Dari Traktat London Hingga Basis Ganyang Malaysia

Ilsutrasi (www.google.image)

Sebelum Belanda menjajah Indonesia, Batam merupakan bagian dari sejarah Portugis yang menaklukkan Bintan dan wilayah takluknya berlangsung selang tahun 1526 hingga 1539 melalui ancaman perang (under gun diplomacy). Peta politik lokal berubah ketika Inggris dan Belanda mempenetrasi wilayah pantai Semenanjung dan Kepulauan Riau.

Malaka ditaklukkan Portugis (1513) dan Belanda atas bantuan Sultan Johor mengalahkan Portugis di Malaka (1640), dan kemudian dikuasai oleh Inggris (1795) sebelum diambil alih kembali oleh Belanda (1818).

Sejarah mencatat sebelum adanya Traktat London (1824), Sultan Hussein melalui Temenggong Abdur Rahman (Riau-Johor) memberikan izin kepada Sir Stamford Raffles untuk membangun basis partikelir kolonial (colonial trading post) di pulau Temasek (Singapura).

Sebelumnya memutuskan Singapura, sebenarnya pilihan Raffles adalah pulau Karimun (tertulis Karimon), namun wilayah ini ternyata berada dalam jajahan Belanda, lalu Raffles memutuskan memilih Singapura.

 Kemudian 17 Maret 1824 ketika Canning dari Inggris dan Baron Fagel dari Belanda menandatangani Treaty od London atau Anglo-Dutch Tractate, yang memuat maklumat pengakuan Belanda atas kedaulatan Inggris atas Malaka dan Singapura sementara Bengkulu (Bencoolen) diambil alih Belanda dari Inggris termasuk pengakuan atas kekuasaan Belanda di wilayah Riau Kepulauan.

Belanda menguasai Riau kepulauan termasuk Batam, dan Inggris mengambil alih Melaka termasuk Singapura. Ratu Inggris kemudian mengangkat Joseph Balestier tahun 1834 sebagai Konsul Inggris di wilayah taklukan Belanda di Kepulauan Riau (tertulis Riouw di saat itu) termasuk gugusan pulau Batam, sedangkan Singapura sebagai basis the Crown Colony yang diperintahkan langsung dari London setelah berakirnya kekuasaan Indian Company yang berbasis di Bengal-India.

Setelah berhasil menaklukkan Riau secara licik, Belanda memperluas tanah jajahannya sampai ke Batam. Pemerintah Belanda pertama sekali berkedudukan di Nongsa, Telaga Punggur dan Pulau Buluh dengan kedudukan sebagai Amir (sekarang Camat).

Kolonialisasi di Batam hanya berlangsung lebih kurang 34 tahun. Pada waktu itu Belanda mengangkat beberapa keturunan bangsawan sebagai penghulu (kepala desa) di beberapa perkampungan yang dianggap strategis seperti Kabil dan Nongsa.

Setelah Belanda kalah dalam Perang Dunia II, estafet kolonialisasi berada di tangan Jepang. Jepang langsung mengambil alih sejumlah titik strategis serta menempatkan beberapa daerah sebagai pusat pertahanan mereka.

Strategi yang dilakukan Jepang cenderung memilih daerah perbukitan, pulau – pulau dan perkampungan pesisir. Di antaranya adalah Nongsa, Kabil, Tanjung Piayu Laut, Pulau Moi – moi, Tanjung Dondang (Rempang), Galang, Sejantung, Pulau Buluh, Enjen Batu dan Sambu.

Tahun 1945 kemerdekaan Indonesia diproklamasikan dengan membatasi teritorial negara pada daerah bekas koloni Belanda, anak jajahan Inggris tahun 1957 menjadi Malaysia, tahun 1965 Singapura berpisah dari Federasi Malaysia (1963-1965).

Sejarah Batam juga berkaitan dengan konfrontasi Indonesia-Malaysia (1962-1965) di mana Batam sempat dijadikan basis infiltrasi Indonesia dalam kampanye Ganyang Malaysia (Crush Malaysia) yang mencapai puncaknya pasca konfrontasi ketika tahun 1968 dengan digantungnya dua eks marinir Indonesia (Usman dan Harun) karena dituduh sabotase dengan mengebom pusat bisnis Orchard Road Singapura. Pemulihan dan normalisasi hubungan diplomatik terjadi dengan kunjungan delegasi dagang Singapura di bawah pimpinan Dr Goh Keng Swees. ~MNT