Tanjung Bemban



Pantai Tanjung Bembang (F: totota)


Tempat Singgah Sang Nila Utama
Alkisah sepasang suami isteri mempunyai seorang anak tunggal laki-laki yang setelah beberapa tahun merantau, lalu kembali lagi dengan keadaan yang lebih baik.
Akan tetapi malangnya dia telah durhaka kepada orang tuanya dengan tidak mengakui ayah ibunya. Anak durhaka ini kemudian disumpah oleh ibunya menjadi batu. Mirip kisah Malin Kundang, perahu beserta perlengkapan lainnya juga menjadi batu.

Batu ini diberi nama “Malang Orang”, letaknya berada di pantai antara Kampung Jabi dan Tanjung Bemban. Sementara ayah dan ibunya dikenal sebagai mitos batu “Ketapang Berdarah “ yang terletak di tepi pantai Tanjung Gedabang dekat Tanjung Bemban. Nama Bemban berasal dari kata “beban” yang diambil dari keluhan sepasang suami istri yang ditinggal pergi oleh anaknya tersebut.
Ketika setiap hari ibunya duduk di sebuah batu untuk memastikan perahu-perahu yang melewati tempat itu membawa anaknya dari perantauan. Suami isteri itu menanggung beban rindu seumur hidup setelah kepergian anaknya, namun begitu kembali, anaknya menjadi durhaka. Sebuah pantun yang cukup dikenal dengan nama pantun Tanjung Bemban berbunyi:
Malang Orang kusangka batu // Tanjung Bemban nampak meredup // Sungguh malang nasib diriku // Menanggung beban seumur hidup.
Dari sinilah nama Tanjung Bemban menjadi sebutan ramai oleh orang-orang di pesisir timur pulau Batam pada masa dulu dan sekarang. Di dalam catatan sejarah negeri Melaka, pada abad ke-15 setelah Kerajaan Singapura berpindah ke Melaka sewaktu Dinasti Parameswhara. Maka pada waktu itu Singapura menjadi wilayah yang tidak mempunyai kepala kerajaan.
Tanjung Bemban ini juga berhampiran dengan Kampung Batu Besar yang sebelumnya bernama “Labung Gorap” karena di pantai ini banyak terdapat sejenis kerang kecil yang disebut “gorap“. Sedangkan nama Batu Besar diambil dari sebuah batu yang terletak di pinggir pantai berukuran 15 meter. ~MNT
Sumber cerita: Tatang Surya Priatna 

Komentar

Postingan Populer